Wednesday, January 14, 2009

Jati (Tectona Grandis)

Jati (Tectona grandis L.F) termasuk family Verbenaceae mempunyai banyak keunggulan dalam penggunaan kayunya. Namun dalam pemCara Budidayaannya secara generatif jati (Tectona grandis L.F) memiliki kendala antara lain dikarenakan biji jati tergolong dalam benih dorman. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tak berkecambah walaupun diletakan pada keadaan secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo, 1985).

Faktor lain menjadi pembatas ; presentase daya kecambah benih jati tergolong rendah yaseperti ituantara 35-85 % (Khaerudin, 1994). Untuk alasan tersebut maka benih jati memerlukan perlakuan khusus untuk memecahkan dormansi atau sekurangkurangnya lama dormansi bisa dipersingkat. Permudaan tanaman jati secara vegetatif perlu diterapkan sebagai alternatif lain dalam pemCara Budidayaan tanaman jati untuk mengurangi ketergantungan terhadap benih mengingat kebutuhan akan kayu jati memiliki nilai dekoratif lebih & serba guna, dimanfaatkan antara lain untuk bangunan, vinir mewah, perkakas/mebel, tiang listrik, telepon, serta kegunaan lainnya.


1. Keadaan Botani

Jati (Tectona grandis L.F) termasuk kelompok tumbuhan bisa menggugurkan daunnya sebagai mekanisme pengendalian diri terhadap keadaan defisiensi air selama musim kemarau. Jati digolongkan dalam family Verbenacea. Daerah penyebaran tumbuhan ni meliputi India, Birma, Thailand, & Vietnam. Di Indonesia tanaman ni tumbuh di pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Bara (Sumbawa), Maluku & Lampung. Nama daerah untuk kayu ni ; Jahe, Jatos, Kulidawa (Jawa), Kianti, Dodolan. Jati tergolong jenis kayu berdaun lebar dgnbentuk batang umumnya bulat & lurus dgnpercabangan tinggi, warna kulit agak kelabu muda, agak tipis beralur memanjang agak dalam. Tinggi pohon bisa mencapai 45 m dgnpanjang batang bebas cabang 15-20 m, diameternya mencapai 220 cm (Khaerudin, 1994).

Bentuk tajuk tak beraturan, berbentuk kubah & agak lebar. Tergolong dalam jenis intoleran yaseperti itudalam pertumbuhannya jati memerlukan cahaya penuh, tak tahan terhadap naungan. Daun berukuran lebar & sedikit berbulu (Atmosuseno, 1995). Tanaman jati berbunga antara bulan Oktober – Juni kemudian buah masak pada bulan Juli – Desember. Dalam tiap kg biji kering mengandung 1.500 butir atau 416 butir per liter (Khaerudin, 1994).

Menurut Khaerudin (1994), kayu jati termasuk kelas kuat I & kelas awet II dgnberat jenis rata-rata 0,70 hingga cocok untuk berbagai keperluan pertukangan. Pemanfaatan kayu jati pada insdustri kayu lapis digunakan sebagai vinir muka karena memiliki serat gambar indah. Tetapi karena sifatnya mudah pecah kayu ni kurang cocok untuk digunakan sebagai bahan memerlukan kekenyalan tinggi seperti alat olah raga & peti pengepak (Atmosuseno, 1995). Daun jati bisa dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan, bahan pewarna tikar atau masakan (Sugiarto, 1996).
Pada waktu muda jati mempunyai akar tunggal tumbuh cepat & dalam dgnakar-akar permukaan banyak. Tetapi akar tunggal ni segera bercabang hingga adalah berkas-berkas akar mendalam (Anonim, 1976). Bunga berbentuk corong berwarna putih atau agak merah muda. Buah bulat atau berujung runcing dgnempat ruang berisi biji (Sugiarto, 1996).

2. Keadaan Ekologi

Tectona grandis L.F tumbuhnya paling baik di daerah-daerah rendah & panas di pulau Jawa teutama pada tanah-tanah rendah & berbukit-bukit, sifatnya agak kurus, & kurang air, terdiri dr formasi tua kapur & mengalit. Pula terbisa pada tanah-tanah vulkanis muda (Anonim, 1976).

Selain seperti itutanaman ni juga tumbuh di daerah memiliki musim kering nyata (3-5 bulan kering), curah hujan rata-rata 1.250 – 2.500 mm/tahun dgnketinggian kurang dr 700 m dpl & temperatur rata-rata 22-26oC (Khaerudin, 1994).

3. Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif dgnStek

Sebagai salah satu perbanyakan tanaman secara Vegetatif, stek menjadi alternatif banyak dipilih orang karena caranya sederhana, tak memerlukan teknik rumit hingga bisa dilakukan olh siapa saja. Wudianto (1988) mendefinisikan stek sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian tanaman (akar, batang, daun & tunas) dgntujuan agar bagian-bagian seperti itumembentuk akar. Dgndasar seperti itumaka muncullah istilah stek akar, stek batang, stek daun, & sebagainya. Definisi lain dr stek ; salah satu cara pembiakan tanaman tanpa melalui proses penyerbukan (generatif) tetapi dgnjalan pemotongan batang, cabang, akar muda, pucuk, atau daun & menumbuhkannya dalam media padat atau cair sebelum dilakukan penyapihan (Anonim, 1995).

Tanaman dihasilkan dr stek biasanya mempunyai sifat persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit & sifat-sifat lainnya. Selain seperti itukita juga memperolh tanaman sempurna yaseperti itutanaman mempunyai akar, batang, & daun relatif singkat (Wudianto, 1988). Stek batang ; tipe stek paling umum dipakai dalam bidang kehutanan. Stek batang didefinisikan sebagai pembiakkan tanaman dgnmenggunakan bagian batang dipisahkan dr induknya, hingga menghasilkan tanaman sempurna. Menurut Yasman & Smits (1988), stek

batang ni sebaiknya diambil dr bagian tanaman ortotrof hingga diharapkan bisa membentuk suatu batang pokok & lurus keatas.

Keuntungan dr stek batang ; pembiakkan ni lebih efisien jika dibandingkan dgncara lain karena cepat tumbuh & penyediaan bibit bisa dilakukan dalam jumlah besar. Sedangkan kesulitan dihadapi ; selang waktu penyimpanan relatif pendek antara pengambilan & penanaman (Wudianto, 1988).

Dgndemikian sumber bahan vegetatif haruslah dicari atau dipilih pohon-pohon unggul dgnproduksi tinggi, tahan hama & penyakit serta mudah penanamannya, sedangkan berkaitan dgnpersiapan bahan stek, Yasman & Smits (1988) menerangkan pemotongan bagian pangkal stek sebaiknya 1 cm dibawah buku (node) karena sifat anatomis & penimbunan karbohidrat banyak pada buku tersebut ; lebih baik untuk perakaran stek.

4. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan Stek

Terbentuknya akar pada stek adalah indikasi keberhasilan dr stek. Adapun hal-hal mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek ; faktor lingkungan & faktor dr dalam tanaman.

4.1.Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek yaitu: media perakaran, suhu, kelembaban, & cahaya (Hartman, 1983).

Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek, & memudahkan penetrasi udara pada pangkal stek. Media perakaran baik menurut Hartman (1983) ; bisa memberikan aerasi & kelembaban cukup, berdrainase baik, serta bebas dr patogen bisa merusak stek. Media perakaran stek biasa dipergunakan ; tanah, pasir, campuran gambut & pasir, perlite & Vermikulit. Suhu perakaran optimal untuk perakaran stek berkisar antara 21oC sampai 27oC pada pagi & siang hari & 15oC pada malam hari. Suhu terlampau tinggi bisa mendorong perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran & meningkatkan laju transpirasi (Hartman, 1983).

4.2.Faktor Dr Dalam Tanaman

Kondisi fisiologis tanamn mempengaruhi penyetekan ; umur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas & daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, & zat pengatur tumbuh (Kramer & Kozlowzky, 1960)

a. Umur Bahan Stek

Menurut Hartman (1983), stek berasal dr tanaman muda akan lebih mudah berakar dr pada berasal dr tanaman tua, hal ni disebabkan apabila umur tanaman semakin tua maka terjadi peningkatan produksi zat-zat penghambat perakaran & penurunan senyawa fenolik berperan sebagai auksin kofaktor mendukung inisiasi akar pada stek.

b. Jenis Tanaman

Tak semua jenis tanaman bisa dibiakkan dgnstek. Keberhasilan dgncara stek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis mudah berakar & ada sulit. Kandungan lignin tinggi & kehadiran cincin sklerenkim kontinyu adalah penghambat anatomi pada jenis-jenis sulit berakar, dgncara menghalangi tempat munculnya adventif (Kramer, 1960).

c. Adanya Tunas & Daun Pada Stek

Adanya tunas & daun pada stek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tak terjadi sebab tunas berfungsi sebagai auksin. Selain itu, tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin berperan dalam mendorong pembentukan akar dinamakan Rhizokalin (Boulenne & Went, 1933 dalam Hartman, 1983).

d. Persediaan Bahan Makanan

Menurut Haber (1957) persediaan bahan makanan sering dinyatakan dgnperbandingan antara persediaan karbohidrat & nitrogen (C/N ratio). Ratio C/N tinggi sangat diperlukan untuk pembentukan akar stek diambil dr tanaman dgnC/N ratio tinggi akan berakar lebih cepat & banyak dr pada tanaman dgnC/N ratio rendah.

e. Zat pengatur Tumbuh

Menurut Heddy (1991) hormon berasal dr bahasa Yunani artinya menggiatkan. Hormon pada tanaman menurut batasan ; zat hanya dihasilkan olh tanaman seperti itusendiri disebut fitohormon & zat kimia sintetik dibuat olh ahli kimia (Kusumo, 1984). Hormon tanaman (fitohormon) ; “regulators” dihasilkan olh tanaman sendiri & pada kadar rendah mengatur proses fisiologis tanaman. Hormon biasanya mengalir di dalam tanaman dr tempat dihasilkannya ke tempat keaktifannya (Kusumo, 1984). Salah satu hormon tumbuh tak lepas dr proses pertumbuhan & perkembangan tanaman ; auksin. Thimann (1973) dalam Kusumo (1984) berpenbisa bahwa hubungan antara pertumbuhan & kadar auksin ; sama pada akar, batang & tunas yaseperti ituauksin merangsang pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya menghambat pertumbuhan pada kadar tinggi. Kadar optimum hormon untuk pertumbuhan akar jauh lebih rendah kira-kira 1.100.000 dr kadar optimum untuk pertumbuhan batang (Kusumo, 1984).

Zat pengatur tumbuh Rootone-F termasuk dalam kelompok auksin. Secara teknis Rootone-F sangat aktif mempercepat & memperbanyak keluarnya akar hingga penyerapan air & unsur hara tanaman akan banyak & bisa mengimbangi penguapan air pada bagian tanaman berada di atas tanah & secara ekonomis penggunaan Rootone-F bisa menghemat tenaga, waktu, & biaya (Soemarno, 1987 dalam Puttileihalat, 2001). Cara pemberian hormon pada stek batang bisa dilakukan dgncara pemberian dgnperendaman, pencelupan & tepung. Untuk metode perendaman, konsentrasi zat pengatur tumbuh bervariasi antara 20 ppm sampai 200 ppm tergantung kemampuan jenis tersebut berakar (Hartman, 1983). Dalam mengaplikasikan hormon perlu diperhatikan ketepatan dosis, karena jikalau dosis terlampau tinggi bukannya memacu pertumbuhan tanaman tetapi malah menghambat pertumbuhan tanaman & menyebabkan keracunan pada seluruh jaringan tanaman

0 comments: